Rabu, 11 Mei 2016

PULAU PASOSO BUKAN TEMPAT WISATA

Kalau Lo Ngaku Traveller, Jangan Datang Ke Pulau Pasoso

Pulau Pasoso memiliki keindahan alam dan laut yang sangat indah. Pulau yang terletak di Desa Manimbaya, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah semakin banyak dikunjungi oleh para wisatawan. Keindahan yang menjadi magnet para wisatawan berubah menjadi bencana kerusakan alam.
Keindahan alam Suaka Margasatwa Pulau Pasoso
Pulau Pasoso ditunjuk sebagai kawasan konservasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 757/Kpts/II/1999 tanggal  23 September 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sulawesi Tengah seluas ± 200 Ha. Pulau Pasoso dimasukkan ke dalam kawasan Suaka Margasatwa untuk perlindungan Penyu Hijau (Chelonia mydas). SM Pulau Pososo berada dibawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah.

Kadang Penetasan Telur Penyu di SM Pulau Pasoso

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Di dalam Suaka Margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Untuk memasuki kawasan suaka margasatwa diperlukan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi).
Ironisnya, Suaka Margasatwa Pulau Pasoso yang digunakan sebagai penangkaran alami habitat penyu hijau oleh para traveler. Sejumlah blog “meracuni” para traveller lewat foto-foto yang super keren dari laut yang memang indah dengan gradasi warna yang menggoda. Bahkan, Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala mencantumkan Pulau Pasoso sebagai salah satu destinasi wisata di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Tak hanya itu, sejumlah media sosial seperti instagram dan travel agen pun ikut turut serta dalam menyebarkan informasi untuk mengunjungi Pulau Pososo tanpa penggunanya tahu bahwa Pulau Pasoso adalah wilayah konservasi yang masuknya perlu mengurus SIMAKSI ke BKSDA Sulawesi Tengah. Alhasil, Pulau Pasoso yang dipromosikan secara keliru membuat banyak wisatawan salah paham dan mengira Pulau Pasoso merupkan tempat wisata. Mudahnya akses menuju ke tempat ini, kurangnya pengawasan dari pihak berwenang, serta kesadaran wisatawan lokal yang memang masih kurang dalam menjaga kelestarian alam ikut andil dalam mengacaukan keseimbangan ekosistem Pulau Pasoso yang seharusnya steril dari wisatawan. 

Kedatangan Traveller yang hanya sekedar senang-senang, membuat Pulau Pasoso tak lagi sama. Sekarang ia tak lebih dari secuil surga yang ternoda




Palau Pasoso merupakan habitat bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untuk bertelur dan mencari makan. Tak heran di Pulau Pasoso banyak ditemukan jejak penyu, sarang dan telur serta terlihat penyu hijau yang bermain di sekitar dermaga. Kegiatan wisatawan sangat mengganggu aktivitas penyu untuk bertelur. Pengunjung yang datang ke Pulau Pasoso yang jumlahnya puluhan membuat tenda di pantai sehingga hal tersebut menggagu penyu untuk mendarat. Selain itu, terkadang wisatawan saat malam membuat api unggun dan bernyanyi hingga larut malam, takhayal semua hal tersebut membuat penyu enggan untuk mendarat dan bertelur. Penyu sangat rentan terhadap gangguan, sedikit saja ada hal yang dianggapnya berbahaya maka penyu langsung kembali ke laut dan mengurungkan niatnya untuk bertelur. Aktivitas wisatawan di Pulau Pasoso yang tidak terkendali ditakutkan akan menggagu kelestarian populasi penyu yang berada di Pulau Pasoso. Masalah sampah yang menumpuk di pantai peneluran juga menggagu jalan penyu untuk bertelur.

Tenda-tenda yang didirikan oleh wisatawan di Pantai Pulau Pasoso 

Aktivitas wisatawan saat malam hari menggagu aktivitas penyu bertelur, sehingga ditakutkan akan menggagu kelestarian populasi Penyu Hijau.

Pulau Pasoso hanyalah salah satu contoh bahwa masih banyak orang yang tidak tahu makna sebuah kegiatan traveling. Mereka inilah yang beranggapan bahwa traveling itu berarti bersenang-senang dan berfoto di spot-spot indah di Indonesia, hanya untuk memuaskan ego mereka. Mereka tidak peduli dengan sampah yang mereka tinggalkan, atau kerusakan yang mereka buat. Seyogyanya saat ini, para wisatwan harus cerdas dalam memilih tempat wisata dan mengetahui aturan-aturan yang ada di tempat yang akan mereka kunjungi. Jiwa-jiwa konservasi harus ada di dalam setiap para traveller sehingga dalam mereka berwisata, mereka juga turut andil dalam kelestarian lingkungan. Para pengguna media sosial harus cerdas dalam mengupload foto atau memperluas informasi tempat wisata yang mereka kunjungi.

Jadi, kamu masih mau ke Pulau Pasoso? Pikir  sekali lagi.

Minggu, 16 Maret 2014

Danau Sano Nggoang, Danau Belerang yang Tersembunyi

Danau Sano Nggoang merupakan danau vulkanik yang terluas di wilayah Nusa Tenggar Timur (NTT). Danau ini terletak di kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jaraknya dari pusat kota Labuan Bajo sebagai ibu kota Kabupaten Manggarai Barat adalah 58 Km.

Danau Sano Nggoang dilihat dari  Puncak Savana
Danau Sano Nggoang merupakan danau yang sangat unik. Danau ini memiliki kadar belerang yang cukup tinggi. Saking pekatnya kandungan belerang warna danau hijau kekuningan, ikan tidak dapat hidup dan bau belerang sangat menyengat. Ibarat baunya seperti orang ketut (maap). Danau ini sangat catik dan tak kalah pula pemandangan disekitar danau yang membuat danau ini semakin indah dipandang mata. Danau Sano Nggoang dapat terlihat sangat cantik apabila dilihat dari puncak Golo Dewa Peak atau Puncak Savana. Jalur ke puncak relatif pendek, ditempuh sekitar 4 jam pulang pergi melewati hutan. 

Puncak savana


Pintu masuk obyek wisata danau ini terletak di dusun Nunang. Penduduk di sekitar danau sangat ramah. tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Tamu akan disambut dengan upacara adat yang disebut budaya Kapu. Dalam upacara ini akan disediakan ayam jantan, tuak dan uang yang dipimpin oleh tua golo/ ketua adat.
Papan petunjuk wisata di dusun Nunang (dok. Geta)
Untuk para pelancong yang ingin menghabiskan waktu lama terdapat home stay di dusun ini. biasanya wisatawan akan tinggal di rumah-rumah penduduk di sekitar danau. Wisatawan biasanya melapor terlebih dahulu di kantor Kepala Desa Wae Sano. Masyarakat di sekitar danau juga fasih dalam berbahasa Inggris sehingga mereka tidak khawatir saat tamu mancanegara datang ke tempat ini. Kalau ketempat ini jangan melewatkan kopi flores hasil olahan sendiri yang sangat nikmat serta kue khasnya yang terbuat dari ubi.


Perahu sebagai sarana transportasi 
Berbagai aktivitas menarik dapat di lakukan di danau ini. Wisatawan dapat berkeliling danau sambil menunggang kuda. Wisatawan dapat juga melakukan aktivitas berenang di daerah ini. Perahu dijadikan sebagai alat transportasi untuk menyingkat perjalanan antar desa. Disekitar Danau Sano Nggoang terdapat beberapa sumber air panas alami (hot spring). Sumber air panas ini dapat digunakan untuk merebus telur dan pisang. Rebus telur selama kurang lebih 30 menit, maka telur akan matang dengan sendirinya. Disan juga terdapat air panas mengalir seperti pancuran dan terdapat belerang yang digunakan penduduk untuk menyembuhkan penyakit kulit.





Penduduk di dusun ini, hampir seluruhnya beragama khatolik. Jadi jangan berharap bagi pelancong yang beragama muslim menemukan masjid.  Di tepi danau terdapat gereja tua yang arsitekturnya kuno.
Gereja Khatolik Paroki Nunang
Menurut mitos setempat, Kata Sano Nggoang berarti Sano : batu, Nggoang : Bercahaya. Dahulu kala saat bulan purnamabatu ini mengelurakan cahaya yang sangat indah. tapi saat ini sudah tidak lagi.
Batu Legenda Sano Nggoang
Untuk menuju ke danau ini susah susah gamapang. Dari pusat kota Labuan Bajo cari angkot atau otot menuju kecamatan werang harga sekitar Rp. 25.000,-. Waktu tempuh sekitar 4 jam, tpi waktu ini sangat sulit diprediksi karena jalan yang rusak dan masih berbatu batu sangat menyulitkan oto untuk melaju cepat. daei Werang biasanya pelancong tidak akan menemukan angkot karena angkot ke Dusun Nunang hanya seminggu sekali. Biasanya setiap hari sabtu, waktu hari pasar. hari pasar disana hanya seminggu sekali. Para pelancong bisa naik ojek motor yang harganya Rp. 50.000,- untuk sampai ke dusun ini. Tapi klo ingin menikmati pemandangan dan ingin berkeringat pelancong dapat berjalan kaki kurang lebih 4 km sekitar 2-3 jam jalan kaki.
Oto merupakan sebutan penduduk setempat untuk menyebut mobil. Jangan bayangkan angkotannya kayak bis, melainkan truk terbuka dengan bagian atas ditutup oleh atap.

Oto kayu
Sekian dulu, cerita dari tanah Flores... kita mengunjung tempat yang lain lagi.....

Salam hangat untuk Indonesia
kenali negerimu maka akan tumbuh rasa cinta........



Sabtu, 07 Desember 2013

Anoa Satwa Endemik Sulawesi, Hidup Enggan Matipun Tak Mau

Apakah ada yang tau ini hewan apa?? Pasti ada yang mengira ini anak sapi atau kambing. Kalian tau ini adalah Anoa. Anoa merupakan satwa endemik Sulawesi yang keberadaannya di alam sudah sangat sulit untuk ditemui. Hewan ini sejak tahun 1986 oleh IUCN 2000 dikategorikan sebagai hewan yang terancam punah keberadaannya dialam "endangered species". Berdasarkan morfologi dan persebarannya Anoa dibagi menjadi 2 yaitu Anoa pegunungan dan Anoa dataran rendah.

Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi)
Nama Ilmiah  : Bubalus quarlesi
Nama Daerah   : Anoa pegunungan, Kerbau kecil, Sapi utan
Ciri Khas       : Tubuh sangat mirip dengan kerbau namun berukuran lebih kecil. Memiliki tanduk yang lurus dan menghadap kebelakang. Saat berkelahi, bagian ujung tanduk yang tajam menusuk ke atas. Anoa pegunungan mempunyai ukuran tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa dataran rendah. Panjang tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg.

Kerangka kepala anoa
Reproduksi    Anoa mencapai kematangan seksualnya pada umur 2-3 tahun dan akan kawin serta melahirkan anaknya setahun sekali. Setelah masa gestasi selama 275-315 hari, anoa akan melahirkan satu anak, jarang sekali melahirkan dua anak sekaligus. Bayi anoa akan diasuh induknya selama 6-9 bulan, dan dilaporkan mampu bertahan hidup sampai umur 15-20 tahun di alam liar.




Anoa pegunungan tangkapan warga
Sebaran          : Endemik di Sulawesi. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya. Belum bisa diketahui apakah anoa bersifat teritorial atau tidak. Anoa jantan terlihat sering mengais-ngais tanah setelah urinasi dan menggarukkan tanduknya ke batang pohon. Belum ada yang bisa memastikan kalau perilaku tersebut untuk menandai teritorinya atau hanya untuk menunjukkan agresinya saja. Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. 


Anoa yang akan dijadikan hewan korban untuk acara adat

Anoa sangat terancam keberadaanya di alam. Diperkiraan sampai tahun ini populasi anoa di alam sangatlah menurun drastis. Banyaknya permintaan Anoa untuk acara adat dan tanduk sangatlah tinggi. Ada mitos yang mengatakan bahwa tanduk anoa dapat menangkal rumah dari petir, ingin mempunyani kekuatan dan kekuasaan. Apabila perburuan anoa terus menerus berlangsung, suatu saat nanti anoa akan punah dan kita hanya melihatnya lewat gambar. 

Jagalah anoa, karena Anoa adalah titipan Tuhan bagi bangsa Indonesia.
Jaga satwa Asli Indonesia, Biarkan mereka bebas di alamnya..
Salam Lestari......


Rabu, 20 November 2013

Baby Grave, Tana Toraja

Saat kita menapaki Toraja apa yang terlintas di benak kita???
Hmmmm, kalau saya,,, tempat kuburan untuk orang toraja sangat unik dan menarik. Nah, kita akan sambangi tempat dimana ada pohon yang dapat dijadikan untuk kubur bayi (baby grave).

Salah satu objek wisata yang terdapat di Toraja yaitu Kambira yang terletak di Toraja Utara. Disini terdapat pohon yang digunakan untuk mengubur bayi. Masyarakat setempat menyebut pohon tersebut adalah pohon tarra (Artocarpus sp.). Apa istimewanya pohon ini sampai digunakan untuk mengubur bayi?. Pada pohon ini terdapat getah bewarna putih yang menurut kepercayaan warga setempat getah putih tersebut diibaratkan seperti air susu (ASI). Bayi yang dikubur di pohon ini diharapkan tidak kelaparan karena getah putih merupakan pengganti  ASI. Bayi yang dikubur di pohon hanya yang berumur 1-2 bulan.

Lubang pohon tempat kubur bayi
Bila perhatikan secara seksama, ada kubur yang terletak paling atas dan bawah. Tingkatan ini menunjukkan derajat seseorang. Semakin tinggi derajat keluarga si bayi tersebut maka letakk/posisinya akan lebih tinggi dari yang lain. Misalnya keluarga raja, bangsawan atau orang yang terpandang di daerah tersebut.

Pemandu
Pohon kubur bayi

Sayangnya, objek wisata ini sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah. Kawasan yang kotor dan belum tertata rapi membuat kawasan tersebut sangat tidak nyaman untuk dikunjungi. Untung ada warga masyarakat sekitar daerah tersebut secara swadaya bergotong-royong menjaga tempat tersebut. Ibarat kata hidup enggan mati tidak mau, itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan objek wisata ini.

Untuk masuk ke dalam kawasan ini setiap pengunjung dikenakan biaya Rp. 5.000,00. Akses jalannya untuk menuju kesana sangat bagus, akan tetapi angkutan kota (pt-pt) belum masuk kedalam kawasan tersebut. Sehingga, transportasi yang paling mudah yaitu mengunakan motor. 

Our team dan sang pemandu
Baby grave ini tidak hanya terletak di objek wisata Kambira saja tetapi masih ada beberapa tempat lain yaitu Pana' dan Londa. Saat ini penguburan bayi menggunakan pohon sudah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat. Sehingga saat ini pohon-pohon tersebut, beralih fungsi menjadi sarana wisata. Akan tetapi, di beberapa daerah, masyarakatnya masih ada yang menggunakannya cara penguburan tradisional semacam ini.

TETAP JALAN-JALAN MENGENALI KEUNIKAN NEGERI INI,,
SALAM LESTARI!!!!


Selasa, 19 November 2013

Tilanga', Tana Toraja

Kalau dengar namanya pasti bingung apa sih objek wisata Tilanga', dimana tempatnya dan ada apa disana,,?? pasti banyak yang bertanya-tanyakan. Nah, mari saya ceritakan pengalaman perjalanan saya disana,, cek this out....


Tilanga' merupakan salah satu objek wisata yang terletak di Tana Tojara, Sulawesi Selatan. Tilanga' adalah sebuah kolam alami dimana airnya sangat jernih. Daerah ini masih memiliki kearifan lokal yang sangat kuat alias dikeramatkan sehingga dengan kearifan lokal yang kuat, alam-pun terjaga.



Obyek wista Tilanga' (dok. Umi, 2013)

Keunikan tempat ini adalah terdapat belut berkuping/moa/masapi. Masyarakat Toraja sering menyebutnya dengan masapi. Sebenarnya, belut berkuping tersebut adalah sidat (Anguilla sp.). Sidat memiliki empat buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsalis), sirip ekor (caudalis), sirip dubur (analis) dan sirip dada (pectoralis). Sirip dada pada sidat terletak di belakang tutup insang. Hal inilah yang mendasari orang mengatakan bahwa sidat memiliki telinga. Sepintas sidat mirip dengan belut, akan tetapi yang membedakan adalah permukaan sidat lebih kasar karena memiliki sisik yang kasat mata.  


Masapi (dok. Happy, 2013)

Moa/masapi biasanya bersembunyi  di celah bebatuan. Maklum daerah ini merupakan daerah karst dengan banyak rongga/celah sehingga memungkinkan moa untuk bersembunyi di tempat tersebut. Biasanya, untuk melihat moa digunakanlah telur untuk memancingnya keluar. Kita tidak perlu melakukannya sendiri, akan tetapi anak-anak di kawasan tersebut akan membantu para pengunjung untuk bisa melihat moa. Telur yang digunakan adalah telur bebek yang masih mentah. Kita tidak perlu membawanya dari rumah sebab ditempat wisata tersebu,t kita dapat membelinya disana. 



Telur yang digunakan untuk memancing masapi keluar (dok. Happy, 2013)

Belum pasti juga setiap pengunjung dapat melihat moa tersebut. Jika mereka (si moa) sudah kenyang walaupun dipancing dengan telur mereka tetap tidak akan kelur dari persembunyiannya. Jadi, hal tersebut menimbulkan mitos bahwa orang-orang yang beruntunglah yang dapat melihat moa tersebut. Untuk menjaga kelestarian moa, daya dukung lingkunggan di dalam kolam harus terjaga. Maka dari itu, di sini dilarang keras untuk mandi atau mencuci menggunakan detergen dan shampo.

Jadi,, buat teman-temen/backpaker/traveller yang penasaran silahkan langsung menuju kesana. Ingat, untuk menuju ke obyek wisatanya sangat jauh dari jalan poros jadi disarankan menggunakan motor/ojek dan tidak ada angkutan umum.


SELAMAT MENCOBA DAN MENIKMATI DISETIAP PERJALANANNYA...
CINTAI, RAWAT DAN JAGA ALAM INDONESIA.........



Selasa, 12 Februari 2013

Loh Sebita, Pulau Komodo


Pos jaga Polhut di Loh Sebita
Loh Sebita merupakan kawasan Taman Nasionla Komodo yang terletak di Pulau Komodo, Flores, Manggarai Barat. Kawasan ini merupakan daerah yang banyak tumbuhan mangrove. Tumbuhan Mangrove yang terdapat di Loh Sebita yaitu Sonneratia sp.. Biasanya kawasan ini digunakan untuk penelitian dan bukan wisata. Akan tetapi, terkadang para wisatawan melakukan long tracking dari Loh Liang ke Loh Sebita yang ditempuh dalam waktu satu hari perjalanan (PP).



Sonneratia sp.

Terdapat beberapa fasilitas yang disediakan oleh pihak TNK pada para peneliti yaitu dermaga, pos jaga dengan beberapa fasilitas lainnya.

   Dermaga Loh Serbita

Saat kita menuju Loh Sebita kita akan disuguhi oleh pemandangan yang indah. Bukit-bukit yang hijau dan tinggi menjulang dengan savananya yang luas dan beberapa pohon gebangnya.




Lansekap di Loh Serbita

Untuk menuju ke Loh Sebita, dari Labuan Bajo ditempuh mengunakan kapal nelayan dengan waktu tempuh  5-6 jam. Dapat juga ditempuh dari Loh Liang dengan rute long track dengan waktu tempuh PP sehari (pagi-sore).


Cintai dan Jagalah Negeri Ini ... !!!

Salam, 
Penulis


         

Senin, 11 Februari 2013

Loh Liang, Pulau Komodo TNK

Papan Nama Lokasi Loh Liang

         Loh Liang merupakan kawasan wisata utama Taman Nasional Komodo (TNK) di Pulau Komodo, Flores, NTT. Kawasan ini diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 3 Juni 1988.

Batu Penandatanganan Presiden

   Disini Pengunjung akan di diajak menyusur rute-rute yang telah di persiapkan oleh pihak Taman Nasional untuk melihat  binatang purba Komodo yang di temani oleh jagawana/guide.

                     Rute/jalur yang akan dipilih pengunjung                           Penjelasan rute perjalanan 
                                                                                                            ke hutan oleh pemandu


Biasanya setelah penjelasan rute perjalanan dari para guide/pemandu, pengunjung dipersilahkan untuk memilih jalur mana yang akan ditempu. Ada empat rute jaur yaitu short track, medium track, long track dan adventure track. Biaya pemandu tergantung pada rute yang dipilih pengunjung.

Perjalanan para rombongan

Mulai masuk kawasan hutan

Komodo adalah binatang yang bergerak, jadi dalam setiap jalur belum tentu kita menemukan hewan tersebut. Hanya orang yang beruntunglah yang dapat bertemu hewan tersebut di habitat aslinya.

Varanus komodoensis yang sedang beristirahat

Selain bisa melihat Komodo, pengunjung juga bisa melihat Rusa timorersis yang merupakan makanan utama Komodo. Pengunjung juga dapat melihat Kakak Tua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) di berbagai site yang disediakan untuk lokasi pengamatan burung. 
Rusa timorensis yang ada di Loh Liang

Site untuk melakukan pengamatan burung

Di Loh Liang terdapat fasilitas yang tersedia bagi pengunjung yaitu guest house (pondok wisata), pusat informasi, cafetaria dan dermaga.
Cafetaria di Loh Liang

Sovenir 

Dermaga, Loh Liang

 
Guest house, Loh Liang

Biasanya para pengunjung akan dibawa oleh pemandu mengunjung para pedagang suvenir yang terletak di sekitar dermaga. Penjual souvenir merupakan orang-orang komodo yang menjual hasil buatannya ke wisatawan.
Para penjual sovenir oleh masyarakat kampung komodo

Harga masuk kawasan Taman Nasional Komodo sangat murah yaitu Rp. 2500,- saja. Hanya saja transport ke Loh Liang sanagt mahal. Wisatwan biasanya menyewa kapal yang di sewa dari pelabuhan Labuan Bajo seharga Rp. 1.500.000,- / Rp. 2.000.000 (kelompok/rombongan). Kalau sendiri/backpaker biasanya menggunakan kapal penumpang yang menuju ke Desa Komodo seharga Rp. 20.000,-. Kemudian keesokan paginya menuju ke Loh Liang dengan menggunakan kapal penjual sovenir atau jalan kaki saat laut sedang surut.

Kapal pengantar penjual sovenir yang menuju Loh Liang

Untuk menuju kesana sangatlah mudah. bagi orang yang suka jalan-jalan murah (backpacker) ada beberapa alternative perjalanan menuju kesana dengan biaya yang murah :
1. Yogyakarta-Bali-Labuan Bajo (Flores)

Bis dari Jogja menuju Bali turun di ubung seharga Rp 200.000,- lalu menuju Pelabuhan Tnjung Benoa naik kapal "Tilong Kabila" ekonomi seharga Rp. 200.000,- sayangnya kapal ini hanya 2 minggu sekali jadi 2 bulan hanya dua kali jalan sehingga kia harus atur jadwal yang pas saat kapal berada di Tanjung Benoa.

Bis dari jogja menuju Bali. kemuadian bisa menggunakan pesawat dari bandara Ngurah Rai Bali menuju Bandara Komodo (Labuan Bajo) seharga Rp. 600.000,, untu harga pesawat tergantung pandai pandainya kita untuk menyesuaikan waktu karena harga pesawat berubah sewaktu-waktu.

2. Yogyakarta-Bima-Labuhan Bajo (Flores)

Bis dari Jogja/Surakarta menuju Bima (jalur darat) melewati beberapa pulau diantaranya Bali, Lombok, dan melintasi ujung baeat Pulau Sumbawa sampai Ujung Timur seharga Rp. 550.000,-. setelah sampai terminal Bima. naik angkutan yang menuju pelabuhan Sape seharga Rp. 20.000. Kemudia naik kapal feri menuju kota Labuhan Bajo yang ditempuh selama 8 jam perjalanana seharga Rp. 45.000,-.

Sebelum kita ke komodo terlebih dahulu kita akan menuju kota Labuhan Bajo. Kota ini menjadi pintu gerbang utama wisatawan untuk menuju Pulau Komodo.

Pemandangan di Labuan Bajo dikala senja (dok. Edo)
Demikian sekelumit kisah wisata Komodo, Loh Liang. Selamat mencoba perjalanan kesana.

Jangan takut mencoba dan sendiri...!!!

Salam,
Penulis....